Senin, 11 Mei 2009

Beberapa Tinjauan Baru Sebagai Alternatif Dalam Mengukur Pembangunan Olahraga Di Indonesia

Beberapa Tinjauan Baru Sebagai Alternatif Dalam Mengukur Pembangunan Olahraga Di Indonesia
"ZULKIFLI A. LAMUSU


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diantara kemajuan yang paling menonjol dalam setiap bidang keilmuan dewasa ini adalah teknologi, “teknologi” siapa yang tidak mengenal, mengetahui, dan menikmatinya. Suatu inovasi yang terus-menerus dan tiada henti dikembangkan para ilmuan di era globalisasi saat ini telah banyak memberikan manfaat bagi kita semua.
Sama halnya pada olahraga, di mana dalam pengembangan keilmuannya merupakan inovasi dari pada teknologi, karena fakta membuktikan dimana fenomena yang terjadi sejak dulu hingga saat ini dalam dunia olahraga telah melibatkan unsur-unsur pengembangan ilmu teknologi (IPTEK), dikatakan demikian karena teknologi adalah salah satu alternativ pendukung dalam mengukur kemajuan pembangunan di bidang olahraga. Dengan alasan inilah tak heran jika dari beberapa isu mengenai ilmu-ilmu olahraga hingga kajian-kajian dalam ilmu keolahragaan saat ini telah memposisikan teknologi pada urutan awal sebagai kajian utama dalam mengukur serta mengembangkan olahraga.
Tidak lepas dari kaitannya dengan teknologi, Indonesia merupakan salah satu Negara pengguna teknologi dengan tujuan mengedepankan olahraga walaupun dalam keadaan yang terbatas, menyadari hal ini perlu kita ingat secara bersama bahwa walaupun kita sebagai Negara yang telah mengimpor alat-alat olahraga berteknologi dari Negara lain tetap masih sulit untuk dapat membangun dan mengedepankan olahraga di negera kita, terbukti bahwa pada setiap event olahraga yang berskala internasional prestasi atlet Indonesia masih sangat perlu untuk diperhatikan secara bersama.
Dengan kondisi seperti ini, tak heran jika olahraga di negara kita penuh dengan masalah dan silang pendapat untuk mencari jalan keluar dalam menemukan ide-ide baru demi mengedepankan olahraga. Walaupun beragam macam masalah mengenai olahraga yang terjadi saat ini di Negara kita sedikitnya tidak merubah kesadaran para atlet dalam menjunjung nilai sportivitas pada setiap kompetsi berskala internasional, hal ini dapat diperhatikan yang mana atlet-atlet kita jarang terdengan bersaing secara tidak sehat untuk menjadi juara. Hal ini patut kita banggakan, tetapi apakah dalam mengukur pembangunan olahraga di Negara kita selamanya mengedepankan atau mengutamakan dari segi perolehan medali. Jika jawabannya adalah iya, apakah atlet di Negara kita selama beberapa tahun ini telah menampakkan peningkatan prestasinya pada setiap kompetisi olahraga internasional. Dan apabila jawabannya tidak, ide-ide atau jalan keluar seperti apa yang harus kita lakukan dalam mengukur pembangunan olahraga di Negara kita.
Bertitik tolak dari uraian di atas, menggambarkan dimana kondisi olahraga yang ada di Indonesia perlu ditinjau untuk mencari solusi yang sederhana untuk dapat membangun system keolahragaan yang ada.


II. PEMBAHASAN

A. Sekilas Tentang Olahraga Di Indonesia
1. Permasalahan Olahraga Di Indonesia
Tak dapat dipungkiri bahwa olahraga di Negara kita diterpa oleh beragam macam masalah, dan bahkan di era krisis global saat ini masalah demi masalah dalam membangun olahraga di Indonesia semakin kompleks, terlebih lagi dengan krisis ekonomi yang boleh dikata sudah cukup lama melanda Negara ini. Dengan lemahnya perekonomian di Indonesia ternyata mempengaruhi sistem keolahragaan yang ada, pendek kata bahwa lemahnya perekonomian di Indonesia telah memperkecil anggaran untuk dana pembangunan olahraga, ini disinyalir dengan terbatasnya perhatian pemerintah untuk memberikan bantuan dana dalam memenuhi anggaran pembangunan olahraga, hal tersbeut dapat diperhatikan dimana pemerintah memberikan bantuan dana hanya terbatas pada beberapa cabang saja, dengan kondisi seperti ini maka akan mempengaruhi pembinaan serta prestasi olahraga yang ada.

PRESTASI

PEMBINAAN

PERMASALAHAN



2. Peninjauan Cabang Olahraga Yang Dikompetisikan Pada PON
Seiring dengan perubahan dan tantangan dalam perkembangan zaman saat ini, ide-ide baru untuk membangun, mengedepankan, menciptakan dan mengadakan perubahan dalam dunia olahraga semakin marak, khususnya di Indonesia dalam konteks PON banyak perubahan dan penciptaan olahraga baru untuk dikompetisikan, beberapa cabang olahraga yang dikompetisikan pada PON sejak beberapa tahun kemarin perlu untuk dikaji bersama, karena ada beberapa cabang olahraga yang dimasukkan dalam PON tidak dalam jalur konteks pengertin olahraga yang sebenarnya, hal tersebut selaras dengan apa yang dikemukakan Lutan (1992) menurut pandangannya bahwa, dalam konteks PON sebenarnya banyak orang tak sependapat, misalnya mengapa aeromodeling dan catur disebut sebagai cabang olahraga, kondisi ini sebenarnya perlu dikaji secara bersama, artinya bahwa jika ke-dua cabang tersebut dipertandingkan pada kompetisi olahraga dalam Konteks PON, apakah memberikan sumbangsi yang sangat berharga tentang makna olahraga sebenarnya, dan apakah prestasi atlet dalam cabang olahraga yang dimaksud dapat dibina dan dikembangkan sampai pada kompetisi olahraga yang berstandar internasional (Olymiade), jawabannya tentu tidak, karena permaian yang dikatakan bagian dari pada cabang olahraga tersebut hanyalah ide-ide yang kurang mendasar bangsa kita dalam mengukur prestasinya melalui perolehan medali.

3. Peninjauan Prestasi Yang Pernah Diraih Indonesia
Dari uraian di atas jika kita sedikitnya mundur dan mengenang kembali masa-masa kejayaan dimana Indonesia sejak terjun pada Asian Games pertama tahun 1951di New Delhi, ini adalah tahap awal dalam mengukur kemampuan atlet Indonesia pada kompetisi se-Asia, tahap awal tersebut memang belum begitu menonjolkan prestasi para atlet Indonesia, akan tetapi pada Asian Games ke IV tahun 1962 di Jakarta, Indonesia tercatat sebagai urutan kedua dibelakang Jepang, (Siregar dalam Harsuki: 2003). Ini mengisyaratkan bahwa prestasi yang cukup gemilang tersebut meupakan wujud dari pada tanggung jawab bersama, dalam hal ini dukungan pemerintah saat itu merata di segala bidang, salah satunya yaitu bidang olahraga.

4. Keterpurukkan Olahraga Indonesia
Pada dasarnya banyak hal yang menyebabkan keterpurukkan kondisi olahraga di Indonesia, antara lain yang masih menjadi masalah klasik dan sering menghantui pembinaan-pembinaan olahraga di berbagai daerah selama ini yaitu minimnya fasilitas latihan. Belum lagi persoalan dana untuk pengadaan sarana serta peralatan-peralatan yang ditunjang oleh teknologi mutakhir menjadi kendala besar untuk membangun sistem keolahragan di Indonesia, Ini sebenarnya suatu alasan yang boleh dikata penyebabnya adalah faktor manejemen sistem keolahragaan di Indonesia yang amburadul, apabila faktor tersebut tidak perbaharui sejak dini, maka prestasi olahraga di Indonesia sulit untuk dikembangkan.
Ada sebuah hal unik yang perlu perhatikan jika kita mampu menanalogikan karakter bangsa dari olahraganya, yaitu minimnya prestasi olahraga kita saat ini ternyata berbanding lurus (seimbang) dengan minimya rasa nasionalisme bangsa Indonesia.
Rasa kebangsaan masyarakat Indonesia jika dipikirkan telah berkurang disebabkan oleh pengaruh globalisasi. Dikatakan pengaruh globalisasi karena arus informasi yang begitu luas saat ini telah mempengaruhi pola pikir masyarakat Indonesia. Sama halnya dalam olahraga, contoh kasusnya ditunjukkan oleh sejumlah Tim Nasional PSSI yang menolak masuk Pelatnas karena bayaran yang tak sepadan. Yang ke-dua adalah maraknya kasus kepindahan atlet ke propinsi lain demi mencari bayaran tinggi (Achmad Faris, 2009).
Pandangan di atas menggambarkan bahwa menurunnya rasa nasionalisme yang melekat pada insan-insan olahraga Indonesia hingga jajaran pengurus oraganisasi-organisasi olahraga dan beberapa elit politik saat ini mengakibatkan turunnya daya juang para atlet, dan sebagian insan olahraga tidak murni lagi dalam memperjuangkan prestasi olahraga nasional untuk nama Indonesia.

B. Memaknai Hakikat Olahraga
Menurut Harosno, (2008) bahwa olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk mempertahankan hidup dan meningkatkan kualitas hidup, pengertian ini memiliki makna filosofis dan jika dikaji bersama akan memberikan sedikit bayangan tentang hal-hal apa yang akan dilakukan untuk membangun dan mengedepankan olahraga itu sendiri.
Olahraga merupakan suatu aktivitas fisik yang dikenal sebagai kegiatan terbuka bagi semua orang sesuai dengan kemampuan, kesenangan dan kesempatan, tanpa membedakan hak, status, sosial, budaya atau derajat di masyarakat, hal ini senada dengan apa yang dikemukakan Supandi, (1988) menurutnya bahwa asas olahraga bagi semua orang (sport for all) kini makin memasyarakat, dengan demikian maka saat ini olahraga telah merasuk ke tiap lapisan masyarakat, dan sebagai bagian dari budaya manusia. Pendek kata olahraga dilakukan dan menarik bagi semua orang tanpa memandang jenis ras, kepercayaan, politik dan geografi.
Berkenaan dengan gejala bahwa olahraga merupakan budaya universal, maka timbul pertanyaan yakni mengapa orang tertarik untuk berolahraga? Meskipun banyak teori yang mencoba untuk menjawab pertanyaan ini, namun tak satupun yang paling memuaskan, hal ini karena makna olahraga bagi setiap orang berbeda-beda. Contoh misalnya makna lari bagi pelari professional berbeda dengan makna lari bagi seorang pelari biasa pada pagi hari bertujuan sekedar untuk memelihara kesehatannya, namun jika ditelusuri lebih lanjut, yang mana hakikat keterlibatan seseorang dalam berolahraga yakni untuk memenuhi kebutuhannya baik sebagai individu maupun mahluk sosial (Supandi dalam Lutan,1992:32). Berbeda dengan negara kita, walaupun secara faktual masyarakatnya banyak yang mulai tertarik dan telah menyadari pentingnya olahraga bagi kehidupan, akan tetapi hal tersebut masih saja belum bisa membangun kondisi olahraga yang ada, hal ini di sadari bahwa sarana-prasarana serta fasilitas olahraga yang ada belum menunjang, dan sebagaian besar maysarakat kita mengasumsikan bahwa olahraga hanya sebatas kesenangan serta kebugaran semata.

C. Kesadaran Dalam Membangun Olahraga Dengan Tinjauan Sport Development Indeks
Sport Development Index (SDI) adalah istilah baru dalam olahraga Indonesia. Ini semacam metode pengukuran yang diklaim sebagai alternatif baru untuk mengukur kemajuan pembangunan olahraga. Untuk itu Menurut Cholik dan Maksum, (2007) SDI adalah indeks gabungan yang mencerminkan keberhasilan pembangunan olahraga berdasarkan empat dimensi dasar yaitu: (1) ruang terbuka yang tersedia untuk olahraga, (2) sumber daya manusia atau tenaga keolahragaan yang terlibat dalam kegiatan olahraga, (3) partisipasi warga masyarakat untuk melakukan olahraga secara teratur dan, (4) derajat kebugaran jasmani yang dicapai oleh masyarakat. Jika dibahasakan, maka SDI dapat diterjemahkan menjadi IPO (Indeks Pembangunan Olahraga). Alasan mengapa tidak digunakannya istilah IPO, karena istilah SDI dikenal luas di dalam komunitas olahraga, terutama para pengambil kebijakan olahraga, temasuk di dunia internasional.
Dalam berbagai referensi olahraga didefinisikan secara berbeda-beda, tergantung dari cara pandang yang digunakan. Menurut WHO, olahraga (dalam hal ini mengambil istilah physical activity) yaitu segala bentuk aktivitas gerak yang dilakukan setiap hari , termasuk bekerja, rekreasi, latihan, dan aktivita olahraga. Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 disebutkan bahwa olahraga adalah segala kegiatan yang sistematik untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani dan sosial. Dari dua definisi tersebut sekurang-kurangnya ada empat konsep dasar yang diambil yaitu: (1) aktivitas fisik, (2) ketekunan, (3) pencarian kesempurnaan, dan (4) keberanian mengambil resiko. Kesimpulannya bahwa, olahraga bukan untuk mencari kemenangan, tetapi sebagai instrument meraih kesempurnaan hidup, baik fisik, mental maupun sosial.
Piere de Coubertin dalam beberapa tulisannya menyatakan bahwa Olympic games bukan hanya ivent olahraga semata, tetapi merupakan inti dari gerakan sosial yang luas, dimana melalui kegiatan olahraga akan meningkatkan pengembangan kualitas sumber daya manusia dan saling pengertian secara internasional (International Olympic Comitte, 2002 dalam Cholik, 2009). Dari penjelasan tersebut jika di tinjau kembali nampaklah bahwa olahraga telah menjadi komeitmen bersama untuk diyakini sebagai salah satu instrument dalam menciptakan tatanan dunia yang lebih baik.

D. Tinjauan Dalam Mengukur Pembangunan Olahraga Di Indonesia
Pada awalanya keberhasilan dalam pembangunan hanya diukur dengan satu indikator, yaitu pendapatan perkapita, Negara yang pendapatan perkapitanya tinggi dianggap sebagai Negara yang berhasil dalam pembangunan. Tetapi perlu disadari bahwa pembangunan bersifat multi faktor dan multi dimensi. Mungkin kurang bijaksana jika kita mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan hanya diukur dengan satu indikator.
Begitupun dalam olahraga, rasanya terlalu sederhana jika kita mengukur keberhasilan olahraga hanya dengan satu indikator, yaitu perolehan medali. Dengan demikian timbullah beragam macam pertanyaan tentang bagaimanakan mengukur keberhasilan pembangunan olahraga khususnya di Indonesia, apakah ada alternativ lain yang dapat dijadikan acuan dalam mengukur keberhasilan pembangunan olahraga? Pertanyaan-pertanyaan yang boleh dikata telah terjawab oleh beberapa Negara yang berkembang dan telah maju, kini baru dimulai pada Negara kita.

E. Tinjauan Berdasarkan Hasil Penelitian Tentang Sarana Olahraga dan Tujuan Masyarakat Di Indonesia Untuk Melakukan Olahraga
1. Tinjauan Berdasarkan Hasil Penelitian Tentang Sarana Olahraga
Sarana olahraga merupakan suatu wadah untuk melakukan aktivitas olahraga (Purnomohadi dalam Harsuki, 2003). Untuk itu sarana olahraga memang merupakan faktor utama dalam membangun kondisi olahraga, kita sadari bersama bahwa kondisi olahraga yang ada di Negara kita banyak masalah. Salah satu masalah yang sangat mendasar yaitu tentang kondisi sarana dan pra sarana olahraga yang kurang memnuhi standart. Jika kita melirik sedikit ke salah satu Negara di wilayah asia yang telah maju, yaitu China, Negara tersebut memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, untuk itu jika diperhatikan maka hal yang tidak mungkin apabila negara ini dapat membangun sarana atau fasilitas olahraga, akan tetapi diluar dari kenyataannya Negara tersebut mampu mendirikan Stadion olahraga berstandart internasional yang berteknologi mutakhir. Jika bandingkan dengan stadion kembanggan Bung Karno sangatlah jauh berbeda, akan tetapi sedikitnya dalam memperbaiki dan membangun kondisi olahraga kita, akan lebih baik jika diberbagai daerah mendirikan sarana olahraga walau hanya dalam kondisi sederhana.
Menurut Purnomohadi dalam Harsuki (2003) bahwa ketersediaan rata-rata lahan per-orang dari hasil survery secara acak mengenai sarana dan prasarana olahraga di dua daerah yang ada di Indoensia pada tahun 1993 yaitu:
- Dari wilayah DKI Jakarta diperoleh data dari :
Kecamatan Kembangan yaitu 0.33 m2/orang
Kecamatan Mampang Prapatan 0,12 m2/orang
Kecamatan Sawah Besar 0,24 m2/orang
Kalau dihitung rata-rata menjadi 0.23 m2/orang
- Di Wilayah DATI I Jawa Tengah diperoleh data :
Kecamatan Purwakarta Timur 1,75 m2/orang
Kecamatan Banjarsari Surakarta 0,36 m2/orang
Kecamatan Klepu Semarang 1,31 m2/orang
Kalau dihitung rata-rata menjadi 1.14 m2/orang
Di sini terlihat bahwa pada wilayah tiga kecamatan yang ada di Jakarta lebih sulit memperoleh lahan dari pada beberapa kecamatan yang ada di daerah Jawa Tengah.

2. Tinjauan Berdasarkan Hasil Penelitian Tentang Tujuan Masyarakat Di Indonesia Untuk Melakukan Olahraga
Undang-undang nomor 3 Tahun 2005 tentang sistem keolahragaan nasional menyebutkan bahwa pilar olahraga tidak hanya menyangkut olahraga prestasi, tetapi juga olahraga pendidikan dan olahraga rekreasi, artinya dengan hanya mendasarkan pada medali sebagai ukuran keberhasilan kita telah menafikkan eksistensi olahraga pendidikan dan olahraga rekreasi. Selain itu berdasarkan data nasional hasil sensus BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2003 menunjukkan bahwa masyarakat yang melakukan olahraga untuk tujuan prestasi di Indonesia adalah 7,8% dari total populasi. Sementara, sebagian besar masyarakat yaitu 65,2% melakukan olahraga untuk tujuan kesehatan, dan 27% untuk tujuan lainnya. Dengan demikian, tentu tidak adil manakala olahraga hanya diukur dari satu pilar saja, yakni olahraga prestasi dengan indikator perolehan medali, (Cholik dan Maksum, 2007).

F. Sport Development Indeks (SDI) Sebagai Alternatif Baru Dalam Mengukur Pembangunan Olahraga Di Indonesia
Seperti yang telah di uraikan di atas, jelas bahwa sistem keolahragaan yang ada di Negara kita saat ini dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, untuk itu dalam menata kembali kondisi olahraga, ada beberapa tinjauan sebagai alternativ yang telah dijadikan tolok ukur oleh para pakar untuk membangun kondisi olahraga di negara kita.
Salah satu tinjauan yang dijadikan alternativ tersebut adalah, membangun olahraga di Indonesia melalui Sport Development Indeks. Menurut Cholik dan Maksum (2007) bahwa SDI adalah indeks gabungan yang mencerminkan keberhasilan pembangunan olahraga berdasarkan empat dimensi dasar yaitu :
a) Ruang Terbuka
Ruang terbuka merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat untuk melaukan aktivitas fisik. Keberadaan ruang terbuka olahraga yang mudah diakses oleh semua lapisan masyarakat dapat mendorong terciptanya suatu masyarakat yang gemar berolahraga atau beraktivitas fisik
Ruang terbuka merujuk pada suatu tempat yang diperuntukkan bagi kegiatan olahraga oleh sejumlah orang (masyarakat) dalam bentuk bangunan dan/atau lahan. Bangunan dan lahan tersebut dapat berupa lapangan olahraga yang standar atau tidak, yang tertutup (in-dor) maupun terbuka (out-dor), atau berupa lahan yang memang diperuntukkan untuk kegiatan berolahraga masyarakat.
Untuk dapat dikatakan sebagai ruang terbuka olahraga harus memenuhi syarat-syarat sebagai antara lain, ruang terbuka tersebut (1) didesain untuk olahraga (2) digunakan untuk olahraga (3) bisa diakses oleh masyarakat luas.
b) Sumber Daya Manusia (SDM)
Dinamika kegiatan kelahragaan akan sangat ditentukan oleh SDM yang menggerakkan roda kegiatan. Pengembangan SDM ini sudah mengalami perubahan yang sangat berarti seiring dengan anggapan dasar yang berbeda. Dahulu SDM dianggap sebagai tenaga kerja yang diset untuk efisiensi prodeksi, sehingga fungsinya sebagai instrument. Sedangkan saat iniSDM ditempatkan sebagai modal kerja sehingga kemampuan, pengetahuan dan keterlibatannya dalam setiap pengambilan kebijakan lebih mendapat penekanan. Dengan demikian Sumber daya manusia dalam olahraga yang dimaksudkan mengacu pada ketersediaan pelatih olahraga, guru penjasor, dan instruktur olahraga dalam suatu wilayah tertentu.
c) Partisipasi
Dari prespektif perorangan dikatakan bahwa, rendahnya tingkat partisipasi berolahraga disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1) kegiatan olahraga yang cenderung berorientasi pada peningkatan prestasi, sehingga membatasi partisipasi orang yang kurang berminat mengejar prestasi, (2) rendahnya derajat kesehatan atau kebugaran jasmani sehingga secara psikologis merasa tidak mampu, (3) tingkat ekonomi yang rendah sehingga tidak sanggup memenuhi pengeluaran minimal untuk melibatkan diri dalam kegiatan olahraga, (4) terkurasnya tenaga dan waktu akibat terlalu sibuk dalam pekerjaan, (5) belum adanya fasilitas olahraga di tempat-tempat umum yang meberikan akses kepada para penderita cacat, sehingga mereka tidak dapat memenuhi keinginannya bersama warga masyarakat lainnya.
Ditinjau dari prespektif sosial, dikatakan bahwa keterbatasan partisipasi disebabkan oleh (1) fanatisme paham yang menjatuhkan peluang wanita untuk berolahraga, (2) paham elitism yang menganggap olahraga sebagai kegiatan ekslusif yang semata-mata bertujuan untuk menaikkan prestice bangsa dan Negara di mata dunia internasional, (6) menganggap bahwa olahraga tidak mengandung unsur-unsur pendidika, disebabkan masih seringnya terjadi tindak kekerasan dalam olahraga.
Dari prespektif infrastruktur, kurangnya partisipasi masyarakat berolahraga disebabkan oleh (1) keterbatasan sarana, prasarana, dan ruang terbuka yang tersedia, (2) ketiadaan fasilitas khusus bagi penderita cacat fisik, (3) terbatasnya atau kurangnya dana pemerintah yang dialokasikan untuk kepentingan pemberdayaan olahraga rekreasi dan olahraga tradisional.
d) Kebugaran
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata berdampak pada pola aktivitas masyarakat. Peralatan yang serba otomatis seperti tangga elektronik dan remote control membuat orang relativ tidak melakukan aktivitas fisik. Hal yang sama telah melanda masyarakat yang ada di Indonesia, dimana kemutakhiran teknologi saat ini telah mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Survei Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa seiring dengan berjalannya waktu penyakit degenerativ seperti kardiovaskuler terus meningkat dari tahun ke tahun sebagai penyebab kematian.
Kondisi yang demikian tentu sangat memprihatinkan, sehingga bisa dibayangkan bagaimana produktivitas kerja masyarakat kita. Karena alasan inilah masyarakat Indonesia perlu untuk didorong untuk melakukan latihan-latihan jasmani, karena kebugaran jasmani yang prima hanya dapat dicapai melalui latihan fisik yang sesuai dengan prinsip-prinsip latihan.
Kebugaran jasmani terdiri dari beberapa komponen fisik yaitu: (1) cardio-respiratory endurance yaitu daya tahan kardiovaskuler, (2) mascular endurance yaitu daya tahan otot, (3) strength muscle yaitu kekuatan otot, (4) muscular speed yaitu kecepatan otot dalam berkontraksi dan (5) flexibility yaitu kelentukan. Jadi jika seseorang memiliki kebugaran jasmani yang baik, maka dengan sendirinya akan memiliki kualitas komponen-komponen tersebut relative lebih baik.


III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari beberapa ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa mengukur keberhasilan pembangunan tidak dengan menggunakan satu indikator, Begitupun dengan olahraga, rasanya kurang bijaksana jika kita mengatakan bahwa keberhasilan olahraga hanya diukur dengan satu indikator, yaitu perolehan medali. Karena itu dalam makalah ini tinjauan yang digunakan dalam mengukur pembangunan olahraga di Indonesia melalui Sport Development Indeks
Sport Development Index (SDI) adalah istilah baru dalam olahraga Indonesia. Ini semacam metode pengukuran yang diklaim sebagai alternatif baru untuk mengukur kemajuan pembangunan olahraga. Untuk itu keberhasilan pembangunan olahraga di suatu negara khususnya Indonesia harus diukur berdasarkan empat dimensi dalam lingkup kajian SDI yaitu: (1) ketersediaan ruang tebuka untuk olahraga, (2) partisipasi masyarakat, (3) sumber daya manusia, dan (4) tingkat kebugaran jasmani masyarakat. Dengan demikian maka pembangunan olahraga yang berhasil adalah mampu mendorong empat dimensi dasar tersebut untuk berkembang dan maju, dan pada ujungnya, barulah pembangunan olahraga ini mengerucut menjadi prestasi yang berbuah medali,''


DAFTAR PUSTAKA

Achmad Faris. (2009). Kemerdekaan Olahraga. Internet. www.ensiklopedia.com

Cholik. (2009). SDI Cara Baru Mengukur Kemajuan Olahraga. Internet. www.bolanews.com

Cholik dan Maksum. (2007). Sport Develompent Indeks (alternative Baru Mengukur Kemajuan Pembangunan Bidang Keolahragaan). Jakarta. PT. Indeks

Harsono. (2008). Teori Gerak Manusia. Internet. www.ensiklopedia.com

Harsuki. (2003). Perkembangan Olahraga Terkini (Kajian Para Pakar). Jakarta. Raja Grafindo Persada

Lutan. (1992). Manusia dan Olahraga. Bandung. FPOK IKIP Bandung

Supandi. (1988). Sosiologi Olahraga. Bandung. FPOK IKIP Bandung

Tidak ada komentar: